html { height: 100%;background: url(https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_HJw86gnJDVz5f3cd2ECcti_2vkOFx2uZU40VqBuNn8wiFMzn5eLFJ651QqFfFwf4IjJeR1uP_cN27yqKJBg5L5qfiBw9wlARmlqAYweQxCojdRskqjRuJgnXylhbp4mW4ghzPlq8_Rde/s1600/mode+maintenance.png) no-repeat center 50%;margin: 0;} body {display: none;}

"Valentine Day" Tanda hilangnya jatidiri kaum muslimin

Sekilas saya hendak mengajak kita bersama menengok ke belakang pada tujuh abad yang silam tepatnya pada tahun 1258 M atau 656 H. Sejenak kita membuka kembali lembaran-lembaran sejarah umat Islam pada masa-masa kelam yaitu masa di mana mereka menjalani kesulitan dan tantangan yang amat berat bahkan mungkin tak pernah mengalami tahapan yang lebih berat dan keras tantangannya dari peristiwa ini.
Yaitu ketika tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulaku menundukkan Baghdad yang pada saat itu menjadi ibukota kekhilafahan Islam, menjarah penduduknya dan membunuh Khalifah terakhir dari Bani Abasiah yaitu al Mu’tasim Billah. Maka tahun-tahun setelah itu adalah tahun yang gelap bagi kaum muslimin. Kaum muslimin diperintah oleh bangsa kafir musyrikin dan bangsa penjajah itu menerapkan kepada mereka hukum kufur.


Bangsa Mongol atau Tartar mereka ini menjadikan al-Yasiq sebagai undang-undang dasar yang mengatur seluruh sisi kehidupan kaum muslimin. Al-Yasiq adalah suatu kitab undang-undang yang dibuat oleh Jenghis Khan, Raja Mongolia yang mana kitab ini adalah perpaduan kitab suci yahudi, Nashrani dan Islam serta pendapat dari Jenghis Khan sendiri. Itulah masa terkelam bagi umat Islam tanpa Khalifah dan tanpa hukum, tanpa pengayom dan pelindung. Namun satu hal yang paling mengagumkan adalah ketika mereka melewati masa-masa tersebut tidak ada satu orangpun kaum muslimin yang berubah jati dirinya dan berganti identitasnya dan tidak ada di antara mereka yang menerima hukum al-Yasiq tersebut meskipun diterapkan atas mereka secara paksa, tidak ada yang berbaur dengan bangsa Mongol, tidak ada yang berubah dari kaum muslimin baik dalam hal bahasa, cara berpakaian, cara bergaul, adat istiadat ataupun gaya hidup mereka. Dengan kata lain kaum muslimin sangat teguh memegang ciri-ciri khas mereka yang membedakan mereka dengan kaum kufar. Bahkan seiring dengan berjalannya masa, hukum al-Yasiq pun lenyap ditelan masa, tidak laku lagi karena ummat Islam tidak ada yang mau mempelajari hukum tersebut apalagi mengaguminya. Justru bangsa Mongol-lah sebagai bangsa penjajah yang pada akhirnya berbaur dengan kaum muslimin dalam kebudayaan Islam di mana dikemudian hari anak cucu mereka masuk ke dalam Islam dan meninggalkan budaya Mongolnya. Itu terjadi tujuh abad yang silam.
Namun kini alangkah bedanya keadaan kaum muslimin saat ini dengan mereka, betapa rapuhnya benteng akidah kaum muslimin sehingga begitu mudahnya mereka menyerap hampir semua tradisi dan gaya hidup Barat yang jelas-jelas bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Sungguh benar sabda Rosululloh Nabi yang tidak bicara dengan hawa nafsunya tapi wahyu yang diwahyukan kepada beliau, sabdanya, “Kalian akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kalian ikut memasukinya.” Para sahabat lantas bertanya, “Siapa ‘mereka’ yang baginda maksudkan itu, ya Rosululloh?” Beliau menjawab, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani”. (HR. Bukhari & Musllim)
Sekarang kita saksikan budaya-budaya Barat yang diserap oleh kaum muslimin di antaranya adalah terkait hari-hari besar dan hari-hari peringatan di mana hari ini selalu dirayakan dan diperingati setiap tahunnya.
Di antara hari yang dirayakan, diperingati serta dijadikan suatu hari yang sangat bersejarah atau berkesan bagi kaum muslimin saat ini adalah hari Valentine.
Sejarah Hari Valentine
Padahal jika kita lihat sejarah hari Valentine ini kita dapati pada kalender sejarah Yunani kuno periode antara bulan januari dan Februari adalah bulan caminion yang dipersembahkan kepada Dewa Zeus dan Hera. Di Roma kuno, 14 Februari adalah hari raya lupercalia, sebuah perayaan lupercus atau dewa kesuburan yang dilambangkan dengan seorang yang berpakaian kulit kambing. Sebagai ritual penyucian, sebagian pendeta lupercus mempersembahkan korban kambing kepada sang dewa dan setelah minum anggur mereka berlarian di sepanjang jalan kota Roma sambil membawa potongan-potongan kulit domba dan menyentuh siapapun yang mereka jumpai terutama para perempuan muda. Mereka secara sukarela ingin disentuh karena dengan itu mereka akan dikaruniai kesuburan dan mudah melahirkan. Dan di Eropa hari Valentine adalah sebuah hari di mana mereka yang sedang memadu cinta kasih saling menyatakan cintanya.
Jika ditelusuri asal muasal hari ini adalah sebuah hari raya katolik Roma. Kemudian pada perkembangannya di Amerika Serikat mulai pada paruh kedua abad keduapuluh, tradisi bertukaran kartu diperluas termasuk pula memberikan hadiah, biasanya dari kaum lelaki kepada kaum wanita.
Jika kita telusuri kembali, sejarah hari Valentine Day adalah perayaan lupercalia yang merupakan ritual penyucian pada masa romawi kuno yang dilakukan pada tanggal 13-18 Februari. Dua hari pertama yaitu pada tanggal 13 dan 14 Februari dipersembahkan untuk dewi cinta yaitu Juno Februata. Pada hari ini pemuda mengundi nama-nama gadis dalam kotak lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan setiap gadis yang namanya keluar rela menjadi pasangannya selama setahun sebagai objek senang-senang dan hiburan. Lalu pada tanggal 15 mereka meminta perlindungan Dewa Lupercus dari gangguan srigala.
Ketika agama Kristen Katolik masuk ke Roma, mereka mengadopsi acara ini dan mewarnainya dengan nuansa Nasrani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama paus atau pastur. Di antara pendukungnya adalah kaisar Konstantin dan Paus Gregory I dan agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen maka pada tahun 496 M Paus Glasius I menjadikan upacara Romawi kuno ini hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine Day untuk menghormati Saint Valentine yang kebetulan mati pada tanggal 14 Februari, demikian disebutkan dalam buku ensiklopedi dunia.
Menurut sejarah ini maka kita dapati bahwa hari Valentine asal-muasalnya dijadikan suatu peringatan oleh kaum paganis (para penyembah berhala) kaum musyrikin romawi itu, ini asal muasal sejarahnya.
Jadi tradisi ini adalah tradisi kaum musyrikin para penyembah patung, yang meyakini banyak dewa dewi dan hidup mereka jauh dari petunjuk wahyu maupun kitab suci, yang kemudian karena kelemahan, kebodohan dan kesesatan kaum Nashoro, tradisi kaum musyrikin ini diadopsi, diterima dan diserap dalam tradisi keagamaaan Kristen sehingga ditetapkan oleh Paus Glasius I sebagai hari perayaan gereja.
Kemudian dalam masyarakat Barat yang sekuler, karena prinsip kebebasannya itu akhirnya menjadikan hari Valentine ini menjadi hari kebebasan untuk mengungkapkan cinta kasih dan memilih pasangan, bersenang-senang serta larut dalam inhilal khuluqi (kebebasan) atau kerusakan moral.
Setelah kita tahu bahwa asal dan sejarah hari perayaan Valentine ini bukan dari kaum muslimin, justru dari kaum musyrikin dan Nashara maka jelaslah bagi kita bahwa hari tersebut merupakan hari besar yang memuat berbagai macam nuansa acara keagamaan. Setiap agama tentu memiliki hari-hari besar tersendiri yaitu hari-hari yang selalu dikenang setiap tahun untuk dirayakan. Ini sangat terkait erat dengan nilai-nilai ritual dan relijius pada agama tersebut.
Kita lihat, tidak ada orang-orang kristen merayakan Idul Fithri atau hari raya Idul Adha, karena bagi mereka ini adalah sesuatu yang tabu, aib dan suatu penyimpangan besar kalau sampai mereka ikut merayakan hari besar kaum muslimin. Maka kita tidak pernah mendengar orang–orang Kristen yang ikut mengucapkan selamat, ikut bergembira, merayakan atau memperingati dengan sepenuh hati dan jujur baik Idul Fithri atau Idul Adha. Tetapi yang sungguh memilukan dan menyedihkan kita, ada di antara sebagian kaum muslimin ikut memperingati hari-umat agama lain seperti hari Valentine Day.
Larangan mengikuti Valentine Day
Tentang larangan mengikuti hari-hari besar agama lain, baik Yahudi, Nashrani dan lainnya ini ditegaskan oleh Rosululoh dalam sebuah hadits : “Dan dijadikan kehinaan serta kerendahan atas orang-orang yang menyelisihi perintahku dan barangsiapa menyerupai (meniru-niru) tingkah laku suatu kaum maka dia tergolong dari mereka”. (HR. Ahmad, Ibnu Abi Syaibah dan ath Thohawi). Dalam hadits ini Rosululloh mengabarkan dua hal:
Pertama: bahwa kehinaan dan kerendahan akan ditimpakan oleh Alloh kepada siapa saja yang menyelisihi perintah Rosululloh . Yang dimaksud kehinaan ini adalah kehinaan secara mental atau secara maknawi dan juga secara fisik di dunia dan di akhirat. Peringatan Rosululloh tersebut senada dengan firman Alloh : “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih”. (QS. an Nur: 63)
Kedua: dalam hadits tersebut dikatakan, “Barangsiapa menyerupai (meniru-niru) tingkah laku suatu kaum maka dia tergolong dari mereka.”Jadi siapa yang meniru-niru kaum yang shaleh seperti ulama, orang-orang yang shaleh maka ia termasuk golongan orang yang shaleh dan akan dihimpun bersama mereka di akhirat kelak. Begitupun sebaliknya, bagi siapa yang meniru-niru kaum yang fasik dan kafir seperti Yahudi, Nashrani atau sekuler maka demikian pula keadaannya. Na’udzubillahi min dzalika.
Rosululloh Nabi dan Rosul yang amat penyayang kepada umatnya, apa saja yang mendekatkan mereka ke surga maka telah beliau perintahkan, dan apa saja yang mendekatkan mereka ke neraka telah beliau larang. Dan di antara larangannya adalah tasyabbuh terhadap umat diluar Islam.
Lalu pada hadits yang lalu dikatakan bahwa umatnya akan mengikuti mereka sejengkal demi sejengkal dan seterusnya. Dalam hadits ini beliau telah mengabarkan dua faidah yaitu:
Pertama: kabar (berita) bahwa sebagian dari umatnya kelak akan mengikuti jejak-jejak kaum Yahudi dan Nashrani bahkan sangat antusias dalam mengikuti mereka. Sehingga beliau berkata: “Sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kalian akan ikut memasukinya.” Kini kita saksikan bahwa apa yang disabdakan beliau benar adanya dan ini menjadi suatu bukti kerosulan beliau sebab beliau tidak berbicara berdasarkan hawa nafsunya melainkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.
Kedua: hadits ini mengandung tahdzir atau peringatan atau larangan dari Nabi agar kita tidak termasuk orang-orang yang mengikuti jejak orang-orang sebelum kita yaitu Yahudi dan Nashrani.
Suatu hal yang sudah dimaklumi bahwa meniru-niru perbuatan bangsa lain merupakan bukti adanya perasan minder atau rasa rendah diri terhadap bangsa yang ditiru dan bukti bahwa orang yang meniru-niru tersebut memandang kepada bangsa yang ditiru sebagai bangsa yang lebih utama dan lebih tinggi, oleh karena itu ia berusaha untuk meniru mereka, berusaha untuk menyamakan dirinya dengan bangsa yang dikaguminya, bangsa yang dipandang dengan pandangan -wah- tersebut, dan ini tidak layak bagi seorang muslim terhadap orang kafir. Cara memandang yang seperti ini tidak layak karena seorang muslim lebih tinggi kedudukannya daripada seluruh orang-orang kafir berdasarkan nash al Quran dan as Sunnah karena Alloh telah berfirman: “Sesungguhnya seburuk-buruk binatang (makhluk) di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak beriman”. (QS. al Anfal: 55)
Dalam ayat diatas Alloh menyebut mereka (orang-orang kafir) adalah binatang bahkan dikatakan syarro dawaab (seburuk-buruk binatang) yang melata di atas bumi ini, adalah orang-orang kafir karena mereka tidak beriman.
Untuk mengenal lebih jelas hakikat hidup orang-orang kafir. Baca rubrik “Tafsir Ayat” di halaman 28.
Semoga Alloh melindungi kaum muslimin dari fitnah, baik yang nampak dan

0 comments:

Posting Komentar